“Sebenernya Basel itu kota apa sih? kita mau ngeliat apa disana? Kenapa kita harus kesana? Swiss kan negara mahal” omelan panjangnya memaksaku tetap terjaga di dalam kereta SNCF yang baru saja beranjak dari Gare de Lyon, Paris menuju Basel.
“Basel itu kota perbatasan antara Swiss, Perancis dan Jerman. Terkenal sebagai kota pusat industri obat dan farmasi. Kita kesana sebenernya karena penerbangan murah ke Istanbul cuma ada dari sana. Tapi kita pasti nemu sesuatu yang bagus untuk diliat deh nanti, tenang aja” jawab saya sambil mengunyah biskuit.
“Oke deh” dia menjawab dengan singkat kemudian langsung terlelap di kursinya.
Hihh pelor! -_-
Waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi, langit diluar jendela pun masih pekat. Sebagian besar penumpang sudah terlelap di kursinya. Sedangkan beberapa orang tampak sibuk membaca koran dan memandangi laptopnya. Saya mengurungkan niat untuk ikut terlelap meskipun merasakan kantuk yang luar biasa, karena seperti di Indonesia juga biasanya ada pemeriksaan tiket dan ID card setelah kereta berangkat. Dan benar saja, dari arah depan muncul 2 orang wanita berambut pirang menghampiri saya dan mengucapkan kata-kata yang tidak saya pahami. Saya langsung menyodorkan tiket dan passport sambil tersenyum. Mereka menscan tiket kami dengan alat scan kemudian berkata “merci” dan berlalu ke kursi belakang. Setelah menyimpan tiket dan passport, saya pun bergabung terlelap bersama manusia pelor di kursi sebelah.
Pukul 9, saya terbangun oleh suara kumur-kumur dari pengeras suara yang memberitahukan kita sudah sampai di sebuah stasiun. Saya melihat keluar jendela dan melihan tulisan “Mulhouse”. Oh kami sudah berada di kota perbatasan Perancis dan akan memasuki wilayah Swiss. Kami harus segera bersiap-siap untuk turun kalau tidak mau terbawa sampai ke Zurich. Berhubung pengumuman dari pengeras suara tak ubahnya semacam kumur-kumur bagi kami, akhirnya kami bertanya pada seorang penumpang yang juga sedang bersiap-siap untuk turun.
“is this Basel Station, Sir?”
“Yes, this is Basel”
Baiklah, selain mendapatkan kepastian bahwa kami memang harus turun disini, kami juga mendapatkan pencerahan bahwa pengucapan yang benar untuk Basel adalah s-nya tidak perlu dibaca sama juga seperti Paris. Hih, mubazir banget sih ngapain ditulis kalo gak dibaca *ditoyor*.
Setelah menukarkan beberapa uang Euro menjadi Swiss Franc di money changer yang ada di dalam Stasiun Basel SBB, kami pun melangkah keluar dari stasiun megah yang sudah beroperasi sejak tahun 1854 dan memproklamirkan diri sebagai “world’s first international railway station” itu.
“Beb, aku lapar”
“iya aku juga”
Kemudian mata kami sama-sama tertuju pada sebuah restoran franchise berlogo M di seberang stasiun. Selama di Eropa kami memang selalu mampir ke tempat ini. Karena di beberapa kota di Eropa yang kami datangi, restoran ini menyediakan menu serba 1 EUR. Tentunya ini sangat lumayan bagi traveler kere macam kami yang ingin makanan dengan rasa yang standar dan disajikan hangat. Sangat cocok dinikmati di cuaca Eropa yang sedang dalam peralihan dari musim dingin ke musim semi. Selain itu, tersedianya koneksi wifi gratis juga menjadi bahan pertimbangan kami untuk selalu nongkrong disini π

gambar diambil dari sini
Tapi ternyata kami salah sangka, di Swiss tidak ada menu serba 1 EUR ataupun 1 CHF. Agak shock rasanya waktu memelototi papan menu yang menunjukkan gambar-gambar makanan dan angka terkecilnya 4 CHF. Apa mau dikata, kami sudah terlanjur masuk restoran, dan memang sedang ingin makan makanan yang hangat karena pagi itu suhu di Basel menunjukkan angka 2 derajat celcius. Sambil tutup mata, saya membayar pesanan kami yang berupa 2 kentang goreng dan1 paket sayap ayam isi 6 potong. Jika dirupiahkan saya rasa bisa untuk makan 4 orang dengan paket lengkap di Indonesia.
“welcome to the most expensive country in the world” kata dia sambil menggigit sayap ayam dengan penuh nafsu
Saya cuma bisa tersenyum kecut sambil merobek-robek struk bertuliskan angka 15 CHF.
Setelah kenyang dipalak, kami segera naik tram berwarna hijau menuju hotel, tak lupa sebelum naik kami membeli tiket dulu di mesin tiket. Cukup mahal biaya naik tram di Swiss, dari stasiun menuju daerah hotel kami harus membayar tiket seharga 3,40 CHF per orang sekali perjalanan π₯ Ketika menaiki tram kami sempat celingak celinguk, beneran langsung duduk aja nih? Tanpa nge-tap tiket di pintu atau validate tiket di mesin? mana mesinnya? Tapi karena semua orang naik dan langsung duduk jadinya ya kami ikutan duduk saja π
“Wah kalo tau gini mendingan gak usah beli tiket aja ya tadi” saya nyengir
“Ya jangan donk, emang gak malu sama warga Basel yang tetep tertib beli tiket meskipun gak ada pemeriksaan? Lagian pemeriksaan tiket itu biasanya random lho, kalo tiba-tiba nanti ada pemeriksaan terus kita gak pegang tiket gimana? Kan gawat kalo disuruh bayar denda yang berlipat-lipat lebih mahal” dia nyerocos panjang lebar
“iye kan cuma bercanda, eh kita udah sampe ini” saya langsung beranjak begitu membaca tulisan “Messeplatz” di layar yang terdapat di dalam tram.
“Eh lihat, ada pameran tentang Indonesia disini!” saya berteriak heboh menunjuk spanduk yang terpasang di sebuah gedung, sementara dia sedang sibuk membaca peta dan mengira-ngira arah. Kebetulan pemberhentian tram tempat kami turun memang dekat dengan sebuah gedung serbaguna yang besar. Mungkin ada acara pameran kebudayaan berbagai negara disana.
“wah kita harus dateng ke acara ini, siapa tau bisa sekalian numpang makan. Aku udah kangen makanan Indonesia” Dia berbinar-binar membaca spanduk itu, mungkin sambil membayangkan nasi bebek goreng kesukaannya.
“Yaudah nanti agak sorean kita kesini, sekarang kita ke hotel naroh tas dulu trus jalan-jalan ya”

gambar diambil dari sini
Setelah berjalan kaki 5 menit dari pemberhentian tram, kami sampai di meja resepsionis sebuah hotel dengan bangunan tua minimalis dan nuansa oranye di beberapa sudut. Kami disambut oleh seorang resepsionis yang sepertinya keturunan India dengan senyum ramah dan hidung mancungnya. Waktu masih menunjukkan pukul 11, kami hanya menitipkan tas karena belum diijinkan untuk check in. Lalu mas-mas India itu memberikan kami peta kota Basel dan 2 buah kartu sakti sebagai compliment dari hotel. Dengan kartu sakti bernama mobility ticket ini kami bebas mau naik tram atau bus kemana saja di Basel selama 2 hari bahkan sampai ke airport. Alhamdulillah, bisa menghemat biaya dan gak perlu capek-capek jalan kaki
trus, jadi ke pameran Indonesianya? Dapet makanan Indonesia nya? π
LikeLike
hihihi jawabannya nanti ya di postingan berikutnya *sok tebak-tebakan* π
LikeLike
aahhhh penasaran… cepetan posting nyaaa hahaha…
LikeLike
Kalau ke Swiss ga usah dikurs in pas kita beli-beli, sakit hati kalau tahu nilainya π .
Sptnya klo ada acara di KBRI bisa makan gratis ga sih??? π .
LikeLike
iya mba Nella, sakit hati banget rasanya sampe sekarang hahahaha π
LikeLike
Bener Dit.. kalo jalan2 jgn dikurs-in. Nanti malah ga ngapa2in di hotel aja karena takut sakit hati.. hihihi. Aku diajarin gt sama tanteku dulu. π
LikeLike
iya ya mbaaa harusnya gitu, tapi hati kecilku ini memberontak mba *halaaahhh* x))))
LikeLike
1 CHF berapa IDR yah? lumayan mahal yah? aku sampe skrg mw beli apa2 masih kepikiran Indonesia yang kenyang walopun cm pegang duit 20 rebu doank π₯
LikeLike
Kayaknya kalo sekarang sekitar 12ribuan mbak…iyahh emang kerasa banget ya bedanya π
LikeLike
swiss = mahal,
nice info kak.. π
LikeLike
Iyahh mahaaalll, tp emang bagus siihh π
LikeLike
tahu mo ke basel, bisa ku kontak satu temen disitu yang suaminya kerja di pabrik obat.. itu emang kota obat.. bisa ngirit tuh..
emang itu kota mahal, temenku aja walupun suaminya kerja di pabrik obat dengan jabatan keren, tetep lah dia kerja di resto, jadi waitres loh, tapi lumayan bisa buat ongkos kalu ke endonesah tiap taon..
LikeLike
Wahh ada temen disana mba? Hihiii waktu itu belom kenal sihh sama mba Tin. Emang mahal ya mbaa…tapi kotanya emang enak sih gak terlalu padat dan jarang banget turis kesana. Berasa anti mainstream π
LikeLike
kalo gitu baca Basel tu ‘Ba-el’ ya?
LikeLike
wahaha tadi aku juga ngetes bacanya “ba-el” :))
LikeLike
hihihi iyaah Ba-el…..mubazir huruf banget sih yaaaa π
LikeLike
iyahhh mbaaa, jadi tengsin udah terlanjur ngomong Basel hahaha π
LikeLike
Saya mengintip template baru dulu, π
Menarik ceritanya mbak, kapan ya bisa jalan-jalan ke luar negri. π
LikeLike
hehehe bosen sama template yang lama nihhh π ayo-ayo lagi banyak diskonan tiket nih sekarang, Airasia sama Tiger
LikeLike
tapi sayangnya kerjaan gak dapat dsikon mbak, π¦
LikeLike
errr….. sabar yaaahhh *puk-puk*
LikeLike
hiyaaaa udah ke Swiss ajah π
tunggu aku yaaaa..
LikeLike
iyaaaah siniii, ditunggu di pengkolan yang deket alun-alun yaaa
LikeLike
Gue juga bakal ke basel dit!!! Ihhh seneng ada yang nulis ttg Basel! π ditunggu kelanjutannya ahhh
LikeLike
wahhh ke Basel juga ya May! Kotanya tenang dan rapi gitu, aku sukaaaa. Iya ini lagi berusaha disusun lanjutannya, maklum yang nulis moody π
LikeLike
wah swissss seru yakkk
LikeLike
Seru sihhh tapi mahaaaaal π
LikeLike
insyaAllah tar dapet rejeki lagih, hehe
LikeLike
Asik banget sih dit hanimunnyaaa.. Mau dong kesini juga hihihi. Eh ini berarti kota terakhir sebelum pulang ke Indonesia via Istanbul?
LikeLike
iyaaap betul Lia, kota terakhir tapi kok ya yang paling mahal hihihi π
LikeLike
kotanya cantik ya, kunonya dapet tapi modernnya juga ada
senang lihat suasana seperti itu
LikeLike
iyahh mba, terus kotanya juga kota yang gak terlaluu besar jadi gak ruwet π
LikeLike
Yang saya tangkap dari awal hingga akhir tulisan adalah: Mahal π bujuggh dah Swiss oh Swiss π
LikeLike
hihihi iyaaahh Messa, Swiss ohh Swiss….. π
LikeLike
yak ampun Basel :)) jadi keingetan Risk Management Certification aku hahahhaa ngebahas Basel I sama Basel II *eh kok malah dibahas*
huwaaaa ternyataaahh lebih mahal dari si M di Dubai =.= , padahal kdg si M itu emang pilihan paling cepat yah kalo susah nyari makanan yg lain
LikeLike
waaaah berat banget nih Mei, Risk Management Certification π iyaaa bener, paling praktis kan si M itu ya tapi ternyata tidak untuk di Swiss
LikeLike
Waaah aku ketinggalan ceritamu yang ini Dit, kok gak ada di reader ku ya? Kapan kamu ke sini, tetiba udah loncat aja π
LikeLike
Hihi ini udah lama kok Dev, sekitar bulan Maret kemaren. Cuma nulisnya baru dicicil-cicil niihh, nungguin mood sama ide *yang datangnya lama* π
LikeLike
Cowok kece di foto kedua sapose? *salah fokus*
LikeLike
Ahahaaa Winda peka banget ya radarnyaaa π
LikeLike